BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Vektor
adalah anthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu Infectious agent
dari sumber Infeksi kepada induk semang yang rentan. Bagi dunia kesehatn masyarakat, binatang yang termasuk
kelompok vektor yang dapat merugikan kehidupan manusia karena disamping
mengganggu secara langsung juga sebagai perantara penularan penyakit, seperti
yang sudah diartikan diatas.
Adapun
dari penggolongan binatang ada dikenal dengan 10 golongan yang dinamakan phylum
diantaranya ada 2 phylum sangat berpengaruh terhadap kesehatn manusia yaitu
phylum anthropoda seperti nyamuk yang dapat bertindak sebagai perantara
penularan penyakit malaria, demam berdarah, dan phylum chodata yaitu tikus
sebagai pengganggu manusia, serta sekaligus sebagai tuan rumah (hospes), pinjal
Xenopsylla cheopis yang menyebabkan penyakit pes. Sebenarnya disamping nyamuk
sebagai vektor dan tikus binatang pengganggu masih banyak binatang lain yang
berfungsi sebagai vektor dan binatang pengganggu.
Satu diantara vektor penyakit yang tidak
kalah berbahayanya dengan vektor penyakit lainnya ialah lalat. Lalat adalah
Vektor Mekanis dan Biologi. Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Bidang Ilmu
Penyakit Hewan, Universitas Gadjah Mada, Prof R Wasito MSc menjelaskan bahwa
lalat memang vektor (pembawa) virus flu burung. Bahkan, ujarnya, lalat ada
kemungkinan berfungsi sebagai vektor mekanis dan vektor biologi dari virus
Avian influenza (AI) ini. Vektor mekanis, maksudnya lalat bisa membawa virus AI
ke mana-mana sedangkan vektor biologi maksudnya virus ini bisa masuk ke tubuh
lalat dan berkembang di tubuh lalat.
Karena itu, penulis merasa penting untuk
mengangkat tema “Lalat Sebagai vektor Penyakit” karena lalat termasuk satu
diantara banyak binatang berupa serangga dan lain-lain yang dapat vektor yang
dapat merugikan kehidupan manusia karena disamping mengganggu secara langsung
juga sebagai perantara penularan penyakit.
B.
TUJUAN
Penulisan makalah ini disamping untuk memenuhi dan melengkapi tugas
terstruktur kuliah, penulisan makalah ini juga bertujuan untuk :
1.
Agar kita semua mengetahui binatang atau serangga apa saja yang
tergolong sebagai vektor penyakit yang membahayakan.
2.
Agar kita semua dapat melakukan langkah-langkah preventif terhadap
pengaruh lalat sebagai vektor penyakit.
3.
Agar kita semua mengetahui langkah-langkah pemberantasan lalat sehingga
kita semua bisa terhindar dari penyakit yang membahayakan yang terbawa oleh
lalat.
BAB II
PEMBAHASAN
LALAT SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT
A.
TENTANG LALAT
Lalat
termasuk dalam kelompok serangga yang berasal dari subordo Cyclorrapha dan ordo Diptera. Secara morfologi,
lalat mempunyai struktur tubuh berbulu, mempunyai antena yang berukuran pendek
dan mempunyai sepasang sayap asli serta sepasang sayap kecil (berfungsi menjaga
kestabilan saat terbang). Lalat mampu terbang sejauh 32 km dari tempat
perkembangbiakannya. Meskipun demikian, biasanya lalat hanya terbang 1,6-3,2 km
dari tempat tumbuh dan berkembangnya lalat.
Lalat
juga dilengkapi dengan sistem penglihatan yang sangat canggih, yaitu adanya
mata majemuk. Sistem penglihatan lalat ini terdiri dari ribuan lensa dan sangat
peka terhadap gerakan. Bahkan ada beberapa jenis lalat yang memiliki
penglihatan tiga dimensi yang akurat. Model penglihatan lalat ini juga menjadi
“ilham” bagi ilmuwan kedokteran untuk menciptakan sebuah alat pencitraan (scan)
baru.
Mata
lalat dapat mengindra getaran cahaya 330 kali per detik. Ditinjau dari sisi
ini, mata lalat enam kali lebih peka daripada mata manusia. Pada saat yang
sama, mata lalat juga dapat mengindra frekuensi-frekuensi ultraviolet pada
spektrum cahaya yang tidak terlihat oleh kita. Perangkat ini memudahkan lalat
untuk menghindar dari musuhnya, terutama di lingkungan gelap.
Beberapa
jenis lalat yang kita jumpai 95% ialah jenis lalat seperti lalat buah dan lalat sampah berwana hitam.
B.
SIKLUS KEHIDUPAN LALAT
Siklus hidup semua lalat terdiri dari 4
tahapan, yaitu telur, larva, pupa dan lalat dewasa. Lalat dewasa akan
menghasilkan telur berwarna putih dan berbentuk oval. Telur ini lalu berkembang
menjadi larva (berwarna coklat keputihan) di feses yang lembab (basah). Setelah
larva menjadi dewasa, larva ini keluar dari feses atau lokasi yang lembab
menuju daerah yang relatif kering untuk berkembang menjadi pupa.
Dan akhirnya, pupa yang berwarna coklat ini
berubah menjadi seekor lalat dewasa. Pada kondisi yang optimal (cocok untuk
perkembangbiakan lalat), 1 siklus hidup lalat tersebut (telur menjadi lalat
dewasa) hanya memerlukan waktu sekitar 7-10 hari dan biasanya lalat dewasa
memiliki usia hidup selama 15-25 hari.
Dalam waktu 3-4 hari, seekor lalat betina
mampu menghasilkan telur sebanyak 500 butir. Dengan kemampuan bertelur ini,
maka dapat diprediksikan dalam waktu 3-4 bulan, sepasang lalat dapat
beranak-pinak menjadi 191,01 x 1018 ekor (dengan asumsi semua lalat hidup).
Sepasang lalat saja dapat berkembang biak
dengan cepat dan banyak, bagaimana kalau ada seratus pasang lala. Bisa kita
bayangkan, dengan kemampuan berkembang biak lalat tersebut dapat memberikan
ancaman tersendiri untuk kita semua.
C.
KEBERADAAN LALAT
Pernahkah kita mendengar ada penyakit lalat,
seperti halnya penyakit Newcastle
disease yang menyerang ayam? Tentu belum pernah. Lalat
sebenarnya bukan suatu agen infeksi melainkan peranannya lebih cenderung
sebagai vektor atau agen pembawa atau penular penyakit. Peranan lalat
menularkan penyakit ini didukung dari bentuk anatomi tubuhnya yang banyak
terdapat bulu sehingga bibit penyakit melekat dan tersebar ke ternak/hewan
lain. Selain itu, lalat juga mempunyai cara makan yang unik, yaitu lalat
meludahi makanannya terlebih dahulu sampai makanan tersebut cair baru disedot
ke dalam perutnya. Cara makan inilah yang ikut disinyalir sebagai cara bibit
penyakit masuk ke dalam tubuh lalat kemudian menulari/menginfeksi ayam.
Dari beberapa literatur juga disebutkan
setiap kali lalat hinggap disuatu tempat, maka + 125.000
bibit penyakit dijatuhkan pada lokasi tersebut jika seekor lalat yang memiliki
berat 20 mg mampu membawa bibit penyakit sebanyak 10% dari berat badannya,
yaitu 2 mg maka lalat tersebut dapat menulari 2.000 ekor ayam. Hal ini
disebabkan setiap 1 gram virus dapat menginfeksi satu juta ekor ayam. peranan lalat terhadap penularan penyakit avian influenza. Dari sampel
lalat beku yang telah dikumpulkannya, diperoleh data bahwa lalat yang berasal
telah dinyatakan positif mengandung virus avian influenza. Penelitian
tersebut saat ini masih berlanjut, untuk mengetahui secara pasti pada posisi
manakah peranan lalat tersebut dalam penularan avian influenza.
Larva
dan lalat dewasa juga menjadi inang perantara bagi infeksi cacing pita pada
ayam. Larva dan lalat dewasa sering kali termakan oleh ayam sehingga ayam dapat
terserang cacing pita tersebut. Selain itu, lalat juga berperan sebagai vektor
mekanik bagi cacing gilik maupun bakteri. Lalat yang hinggap di feses yang telah tercemar bakteri kolera
maka lalat tersebut sudah berpotensi menyebarkan kolera pada ayam lainnya.
Larva
lalat yang berkembang pada feses yang lembab berpotensi menularkan beberapa
bibit penyakit
Selain penyakit, keberadaan lalat juga
menjadi penyebab keretakan keharmonisan hubungan sosial antara peternak dengan
warga di sekitar lokasi peternakan. Bukan suatu keniscayaan, keberadaan lalat
ini menjadi penyebab ditutupnya suatu peternakan. Lalat yang berkembang di
peternakan dapat bermigrasi ke arah perkampungan warga dan warga atau
masyarakat langsung melayangkan tuduhan bahwa peternakan ayam lah yang menjadi
sumber munculnya lalat tersebut.
D.
LANGKAH-LANGKAH PENGENDALIAN LALAT
Setelah mengetahui akibat berkembangnya lalat
di peternakan kita, sudah merupakan suatu kebutuhan bahwa kita harus bisa
mengendalikan lalat tersebut. Sudah barang tentu, pengendalian lalat ini
membutuhkan teknik yang tepat. Jika tidak, bukan tidak mungkin gara-gara lalat
ini kita akan mengalami kerugian yang besar baik untuk kesehatan kita bahkan
ditutupnya usaha kita.
Lalat tergolong salah satu insect atau
serangga yang “bandel”. Keberadaannya di kandang sangat mudah ditemui, terlebih
lagi saat musim penghujan. Beberapa hal yang menjadikan lalat bandel, ialah :
1.
Mobilitas lalat sangat tinggi karena dilengkapi dengan sepasang sayap
sejati (asli) dan sepasang sayap kecil (yang menstabilkan terbang lalat)
2.
Lalat mempunyai sistem penglihatan yang sangat baik, yaitu mata majemuk
yang tersusun atas lensa optik yang sangat banyak sehingga lalat mempunyai
sudut pandang yang lebar. Kepekaan penglihatan lalat ini 6 x lebih besar
dibandingkan manusia. Selain itu, lalat juga dapat mengindra
frekuensi-frekuensi ultraviolet pada spetrum cahaya yang tak terlihat oleh
manusia. Dengan dua kemampuan ini (mobilitas dan penglihatan), lalat dapat
dengan mudah mengubah arah geraknya seketika saat ada bahaya yang mengancam
dirinya.
3.
Lalat mempunyai kemampuan berkembang biak yang cepat dan dalam jumlah
yang banyak. Terlebih lagi jika kondisi lingkungan cocok bagi perkembangbiakan
lalat.
Melihat ketiga kemampuan lalat tersebut, maka
diperlukan teknik khusus untuk mengatasi atau membasmi lalat. Langkah
pengendalian lalat pun harus dilakukan secara komprehensif (menyeluruh) dan
terintegrasi. Langkah pengendalian lalat secara garis besar ialah kontrol
manajemen, biologi, mekanik dan kimia.
1.
Kontrol Manajemen
Lalat dapat berkembang biak di tempat yang
relatif memiliki kelembaban yang tinggi. Karena itu langkah-langkah manajemen
yang harus dilakukan ialah dengan :
A.
Lakukan pengecekan dan perbaikan terhadap
atap tempat tinggal kita sehingga tiada air hujan yang masuk ke dalam rumah
yang menyebabkan kelembaban yang menjadi bakal tempat perkembangbiakan lalat.
B.
Pastikan instalasi saluran pembuangan air
berfungsi dengan baik, jangan biarkan air mengendap.
C.
Perhatikan ventelasi udara, ventelasi udara
yang baik dapat mempercepat proses pengeringan area atau tempat yang basah.
2.
Kontrol Biologi
Terdengar asing ditelinga kita dengan istilah
ini. Memang, karena teknik ini relatif jarang diaplikasikan di tempat tinggal
kita. Meskipun demikian, teknik ini terbukti ampuh dalam mengendalikan populasi
lalat. Terbukti, dari sepasang lalat dalam waktu 3-4 hari tidak bisa
menghasilkan lalat sebanyak 191,01 x 1018 ekor
karena secara alami larva lalat telah dibasmi oleh “lawan” lalat. Selain itu,
penggunaan teknik ini akan menjaga keseimbangan ekosistem kandang.
Parasit lalat biasanya membunuh lalat pada
saat fase larva dan pupa. Spalangia
nigroaenea merupakan
sejenis tawon (lebah penyengat) yang menjadi parasit bagi pupa lalat.
Mekanismenya ialah tawon dewasa bertelur pada pupa lalat, yaitu dibagian puparium (selubung
pupa) dan perkembangan dari telur tawon memangsa pupa lalat (pupa lalat mati).
Selain tawon, tungau (Macrochelis muscaedomesticae danFuscuropoda vegetans) dan kumbang (Carnicops pumilio, Gnathoncus nanus) juga
merupakan “lawan” lalat.
Aplikasi
dari teknik pengendalian lalat ini memerlukan suatu menajemen yang relatif
sulit. Siklus hidup hewan pemangsa lalat tersebut juga relatif lebih lama.
Selain itu, hewan pemangsa lalat ini dapat juga menjadi agen penularan
penyakit.
3.
Kontrol Mekanik
Teknik
pengendalian lalat ini relatif banyak diaplikasikan oleh masyarakat pada
umumnya. Di pasaran, juga telah banyak dijual perangkat alat untuk membasmi
lalat, biasanya disebut sebagai perangkap lalat. Perangkap tersebut bekerja
secara elektrikal (aliran arus listrik) dan dilengkapi dengan bahan yang dapat
menarik perhatian lalat untuk mendekat.
Lalat
tidak akan bergerak atau terbang melawan arus atau arah angin. Oleh karenanya
tempatkan fan atau kipas angin dengan arah aliran angin keluar kandang atau ke
arah pintu kandang. Penggunaan plastik yang berisi air (biasanya di warung
makan) juga bisa digunakan untuk mengusir lalat meskipun mekanisme kerjanya
belum diketahui. Teknik pengendalian lalat ini (kontrol mekanik) relatif kurang
efektif untuk diaplikasikan jika populasi lalat banyak.
4.
Kontrol Kimiawi
Teknik
pengendalian lalat ini, seringkali menjadi andalan. Sedikit terlihat adanya
peningkatan populasi lalat, biasanya
segera diberikan obat lalat. Namun, saat populasi lalat tidak menurun
meski telah diberikan obat lalat, maka
akan langsung memberikan klaim maupun komplain ke produsen obat lalat
tersebut. Kasus ini relatif sering terjadi. Lalu bagian manakah yang kurang tepat?
Point dasar yang perlu kita pahami bersama, bahwa pemberian obat lalat
(kontrol kimiawi) bukan merupakan inti dari teknik pengendalian lalat,
melainkan menjadi penyempurna dari teknik pengendalian lalat melalui teknik
memperbaiki atap rumah yang bocor dan memastikan instalasi pembuangan air
berfungsi dengan baik (teknik manajemen). Oleh karenanya, kita tidak bisa
menggantungkan pembasmian lalat hanya dari pemberian obat lalat dan teknik
pemberian obat lalat juga harus dilakukan dengan tepat.
Dari data yang kami peroleh, obat pembasmi lalat yang beredar di
lapangan (Indonesia) dapat diklasifikasikan (berdasarkan kerja obat lalat pada
tahapan siklus hidup lalat) menjadi 2 kelompok, yaitu obat lalat yang bekerja
membunuh larva lalat dan membasmi lalat dewasa. Agar daya kerja obat lalat bisa
optimal, maka pemilihan jenis obat harus disesuaikan dengan tahapan siklus
hidup lalatnya. Jika tidak maka daya kerja obat tidak akan optimal. Cyromazine merupakan
zat aktif yang digunakan untuk membunuh larva lalat sedangkan azamethipos dan cypermethrin merupakan
zat aktif yang bekerja membunuh lalat dewasa.
Perlu kita sadari bersama, keberadaan lalat di di sekitar kita seperti
fenomena gunung es. Lalat yang berkeliaran dan berterbangan di sekitar kita
hanya 20% sedangkan lalat yang “tersembunyi” (telur, larva dan pupa)
sesungguhnya jauh lebih banyak, yaitu 80%. Selain itu, pembasmian lalat dewasa
akan menjadi lebih sulit karena mobilitas lalat yang tinggi dan kemampuan lalat
untuk menghindar (mata majemuk).
Oleh karena itu, pengendalian lalat sejak dini, yaitu saat stadium larva
menjadi sebuah langkah teknik aplikatif yang bagus dalam membasmi keberadaan
lalat.
Mematikan lalat saat stadium larva sehingga pupa dan
lalat tidak akan terbentuk
Pengendalian lalat telah menjadi suatu keharusan. Terlebih lagi jika
kita sudah mengerti tentang akibat yang ditimbulkannya, termasuk dapat
merugikan kesehatan kita. Agar lalat bisa terbasmi dengan baik, maka teknik
pengendaliannya harus dilakukan secara sinergis dan komprehensif, yaitu
menerapkan manajemen dengan baik sekaligus melaksanakan kontrol kimiawi (dan
atau kontrol biologi dan mekanik) secara tepat. Akhirnya, lalat pun terbasmi.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Lalat
juga dilengkapi dengan sistem penglihatan yang sangat canggih, yaitu adanya
mata majemuk. Sistem penglihatan lalat ini terdiri dari ribuan lensa dan sangat
peka terhadap gerakan. Bahkan ada beberapa jenis lalat yang memiliki
penglihatan tiga dimensi yang akurat. Model penglihatan lalat ini juga menjadi
“ilham” bagi ilmuwan kedokteran untuk menciptakan sebuah alat pencitraan (scan)
baru.
Mata
lalat dapat mengindra getaran cahaya 330 kali per detik. Ditinjau dari sisi
ini, mata lalat enam kali lebih peka daripada mata manusia. Pada saat yang
sama, mata lalat juga dapat mengindra frekuensi-frekuensi ultraviolet pada
spektrum cahaya yang tidak terlihat oleh kita. Perangkat ini memudahkan lalat
untuk menghindar dari musuhnya, terutama di lingkungan gelap.
Dalam waktu 3-4 hari, seekor lalat betina
mampu menghasilkan telur sebanyak 500 butir. Dengan kemampuan bertelur ini,
maka dapat diprediksikan dalam waktu 3-4 bulan, sepasang lalat dapat
beranak-pinak menjadi 191,01 x 1018 ekor (dengan asumsi semua lalat hidup).
Sepasang lalat saja dapat berkembang biak
dengan cepat dan banyak, bagaimana kalau ada seratus pasang lala. Bisa kita
bayangkan, dengan kemampuan berkembang biak lalat tersebut dapat memberikan
ancaman tersendiri untuk kita semua.
Langkah-langkah
pengendalian lalat dapat dilakukan dengan kontrol mamajemen, kontrol biologi,
mekanik dan kimiawi.
B.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA