Minggu, 04 Desember 2011

Kesehatan Lingkungan


BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujut derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup sehat dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia (Anonim, 2002).
Untuk dapat mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut, maka penyelenggaraan upaya kesehatan perlu memperhatikan kebijakan-kebijakan, salah satu kebijakan adalah penyelenggaraan kesehatan yang terpadu dan berkesinambungan melalui upaya peningkatan kesehatan dengan perioritas utama pada pencegahan pemberantasan penyakit menular (Anonim, 2004).
Derajat kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan medis, dan keturunan, yang sangat besar pengaruhnya adalah keadaan lingkungan yang selalu memenuhi syarat kesehatan dan perilaku masyarakat yang merugikan kesehatan, dan perilaku masyarakat yang merugikan kesehatan, baik masyarakat dipedesaan maupun diperkotaan yang disebabkan karena kurangnya pengetahuan, dan kemampuan masyarakat dibidang kesehatan, ekonomi maupun teknologi demikian pendapat seorang ahli H.L Blum (1974).
Terdapat dua unsur pokok yang sangat erat terkait satu sama lain yaitu unsur fisik dan sosial. Lingkungan fisik dapat mempunyai hubungan langsung dengan kesehatan dan perilaku sehubungan dengan kesehatan : lingkungan sosial seperti ketidak adilan lingkungan sosial yang dapat menyebabkan kemiskinan yang berdampak terhadap stayus kesehatan masyarakat dan menimbulkan penyakit berbasis lingkungan. Masalah kesehatan berbasis lingkungan disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak memadai, baik kualitas maupun kuantitasnya serta perlaku hidup sehat masyarakat yang masi rendah.
Dalam rangka meningkatakan status kesehatan masyarakat, maka lingkungan yang diharapkan dalam visi indonesia sehat tahun 2010 adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat, yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan, pemukiman yang sehat, perencanaan kewasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudanya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dalam memelihara nilai-nilai budaya bangsa.
Adapun pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan upaya peningkatan kesehatan lingkungan yakni dengan melakukan pengawasan, pembinaan dan penyuluhan secara terus menerus terhadap masyarakat sehingga masyarakat bersama-sama dengan petugas puskesmas sebagai ujung tombak dimasyarakat maupun oleh dinas kesehatan kabupaten.
Kesehatan lingkungan merupakan suatu kondisi yang berpengaruhn positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum. Kesehatan lingkungan masyarakat antara lain perumahan, pembungan sampah, pembuangan tinja, penyediaan air bersih, pembuangan air limbah dan sebagainya masalah air bersih, dalam pengadaannya harus didukung oleh sarana yang mempengaruhi syarat-syrat kesehatan (Azwar, 1996).
Lingkungan merupakan salah satu faktor penentu derajat kesehatan, disamping beberapa variabel lainnya seperti perilaku, keberadaan pelayanan kesehatan dan herediter. Menurut laporan terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebanyak 40 % dari penyakit yang disebabkan oleh berbagai faktor lingkungan sebenarnya dapat dicegah, sekurangnya lebih dari 13 juta kematian setiap tahun yang disebabkan faktor lingkungan tersebut dapat dicegah. Hampir sepertiga kematian dan penyakit pada beberapa negara maju disebabkan faktor lingkungan. Kelompok masyarakat rentan juga tidak luput dari pengaruh lingkungan terhadap kesehatan mereka. Diestimasikan lebih dari 33 % penyakit pada balita disebabkan oleh paparan lingkungan. Pencegahan terhadap faktor resiko lingkungan dapat menyelamatkan sebanyak 4 juta nyawa balita, yang sebagian besar berada di negara – negara berkembang ( Depkes RI, 1997 ).
Lingkungan sangat berpengaruh penting terhadap kehidupan komunitas pemijaknya, di salah satu sisi menjadi sarana kehidupan namun pada kondisi lain dapat menjadi sumber dari hadirnya berbagai penyakit yang dapat mengancam kehidupan manusia dan mahluk lainya. Lahirnya berbagai penyakit sesungguhnya tidak bisa dipisahkan dari kondisi lingkungan dimana komunitas sumber penyebab penyakit (Agent) berada. Kondisi kehadiran sumber penyebab penyakit sangat bergantung pada lingkungan (air, tanah, udara, tumbuhan serta manusia). Keberadaan air di sekitar manusia sangat berguna bagi kelangsungan hidup kita, namun disisi lain ketersediaan air juga menjadi salah satu sumber penyebab penyakit. Misalnya air yang telah terkontaminasi oleh adanya berbagai benda (materi) asing sebagai hasil dari kegiatan rumah tangga atau lingkungan industri (kandungan logam berat, detergen, sampah dengan berbagai jenis macamnya, termasuk buangan limbah radioaktif), yang dapat merubah tatanan kandungan air yang layak untuk dikonsumsi masyarakat dapat menyebabkan bergabai penyakit diantarannya ; diare, scabies, iritasi pada kulit dan lain-lain.
Hasil buangan sampah dan limbah masuk kebadan air dengan berbagai cara, dengan melalui pembuangan langsung atau tidak langsung. Pembuangan langsung misalnya, pabrik atau rumah tangga mengalirkan langsung limbahnya ke sungai atau mata air disekitar kawasan dimana pemukiman itu berada. Semakin banyak hasil buangan limbah yang dihasilkan ke badan air semakin tinggi pula tingkat pengotoran badan air. Kegiatan pencemaran air sudah bukan hal yang baru sampai saat ini. Hal ini bisa dilhat di berbagai sudut kota atau lingkungan pemukiman penduduk yang dilalui oleh adanya aliran sungai, nampak jelas tercermin kandungan badan air yang telah keruh, banyak terdapat sampah, bahkan sangat menyedihkan lagi aliran sungai tersebut menjadi tersumbat pengaliranya, kondisi ini terus-menerus berlanjut sampai pada tingkatan yang lebih tinggi bila kondisi musim penghujan dapat menjadi pencetus banjir.
Berdasarkan laporan Direktorat Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan seperti yang dikutip Kantor Berita Antara menyebutkan, di Indonesia terdapat empat dampak besar kesehatan yang disebabkan pengelolaan air dan sanitasi yang buruk, yakni diare, tipus, polio, dan cacingan. Hasil survei pada 2006 menunjukkan bahwa kejadian diare pada semua usia di Indonesi adalah 423 dari tiap 1.000 orang, dan terjadi 1-2 kali per tahun pada anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Pada 2001, angka kematian rata-rata yang diakibatkan diare adalah 23 di tiap 100.000 orang penduduk, sedangkan angka yang lebih tinggi terjadi pada kelompok anak berusia di bawah 5 tahun, yaitu 75 per 100.000 orang.
Sementara kematian anak berusia di bawah tiga tahun akibat diare adalah 19 persen, dengan kata lain sekitar 100.000 anak meninggal dunia tiap tahunnya akibat diare. Sanitasi yang buruk juga menimbulkan penyakit tipus, angka nasional menunjukkan 350-810 orang pada setiap 100.000 orang penduduk terpapar tipus. Bahkan studi klinis rumah sakit menunjukkan bahwa angka penderita tipus adalah 500 per 100.000 orang penduduk, dan laju kematiannya adalah 0,6-5 persen. Polio juga merebak akibat sanitasi yang buruk, seperti catatan Departemen Kesehatan tentang wabah polio di Provinsi Jawa Barat. Khusus tentang prevalensi cacingan, Departemen Kesehatan tahun 2007 menyebutkan sekitar 35,3 persen penduduk Indonesia diperkirakan terpapar cacingan. Kerugian ekonomi akibat sanitasi buruk dan minimnya pasokan air bersih di Indonesia mencapai 2,4 persen Produk Domestik Bruto (GDP), atau 13 dolar Amerika per rumah tangga menurut kajian Bank Pembangunan Asia (ADB) tahun 1998.(WAN*).
Laporan tersebut juga memperkirakan bahwa lebih dari 13 juta kematian tiap tahun disebabkan faktor lingkungan yang dapat dicegah. Hampir sepertiga kematian dan penyakit pada sedikit negara maju disebabkan faktor lingkungan. Kelompok masyarakat rentan juga tidak luput dari pengaruh lingkungan terhadap kesehatan mereka. Diestimasikan bahwa lebih dari 33% penyakit pada balita disebabkan oleh paparan lingkungan. Pencegahan terhadap faktor risiko lingkungan dapat menyelamatkan sebanyak 4 juta nyawa balita, yang sebagian besar berada di negara-negara berkembang.
Laporan WHO yang berjudul Mencegah penyakit melalui penciptaan lingkungan sehat, perkiraan permasalahan kesehatan di masa depan merupakan studi paling komprehensif dan sistematis saat ini tentang bagaimana faktor risiko lingkungan yang dapat dicegah berperan terhadap banyaknya penyakit dan luka-luka. Dengan menitikberatkan pada penyebab lingkungan, dan bagaimana berbagai penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan, para analis menunjukkan hal baru dalam pemahaman interaksi antara lingkunagn dan kesehatan. Estimasi tersebut menunjukkan betapa banyak kematian, kesakitan, dan kecacatan dapat dicegah tiap tahun melalui pengelolaan lingkungan yang lebih baik.
Penyakit dengan jumlah terbesar setiap tahun, dalam konteks kesehatan, kesakitan, dan kecacatan yang diakibatkan oleh faktor lingkungan antara lain ; (1). Diare sebagian besar disebabkan air yang tidak bersih, sanitasi dan hygiene yang buruk. (2). Infeksi Saluran pernapasan bawah, sebagian besar disebabkan oleh polusi udara, di dalam dan luar ruangan. (3). Luka yang tidak intens selain luka akibat kecelakaan, sebagian besar disebabkan oleh tata kota yang buruk atau tata rancang lingkungan yang buruk dari sistem transportasi. (4). Malaria, sebagian besar akibat sumber air yang buruk, pengelolaan penggunaan lahan dan rumah yang memungkinkan keberadaan vektor berkembang biak. (5). Kerusakan paru kronis Chronic Obstructive Pulmonary Diseases (COPD) penyakit yang berkembang perlahan diindikasikan dengan hilangnya fungsi paru secara bertahap. (12 juta DALYs per tahun; 42% dari seluruh kasus secara global) sebagian besar disebabkan paparan debu dan partikulat di tempat kerja serta bentuk lain dari polusi udara di dalam dan luar ruangan. (6). Kondisi perinatal
Laporan WHO menunjukkan bahwa faktor lingkungan berpengaruh secara signifikan terhadap lebih dari 80 % penyakit-penyakit tersebut. Lebih jauh lagi, nampaknya secara kuantitatif hanya risiko faktor lingkungan tersebut yang dapat berubah. Dengan mengoptimalkan langkah terhadap faktor lingkungan, jutaan kematian dapat dicegah tiap tahun, yang juga patut diperhatikan adalah perlunya kerjasama dengan sector yang memilki keterkaitan erat dengan faktor lingkungan, seperti energi, transportasi, pertanian, dan industri
Lingkungan merupakan salah satu faktor penentu derajat kesehatan, disamping beberapa variabel lainnya seperti perilaku, keberadaan pelayanan kesehatan dan herediter. Senada dengan hal tersebut, menurut laporan terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebanyak 24 % dari penyakit global disebabkan oleh segala jenis faktor lingkungan yang dapat dicegah. Oleh karena itu, ke depan semakin dibutuhkan upaya yang intensif dan serius dari banyak pihak terkait untuk melakukan intervensi terahadap faktor lingkungan.
Berdasarkan uraian dan gambaran kenyataan-kenyataan diatas, maka peneliti sangat tertarik untuk melalukan riset tentang gambaran kondisi sanitasi kesehatan lingkungan masyarakat di Kecamatan Bondoala Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2009.
BAB II PERMASALAHAN
Kondisi lingkungan (sanitasi) desa dan kota di Indonesia tidak dapat dikatakan baik. Perilaku masyarakat yang masih awam bahkan “primitif” dalam memperlakukan lingkungan dengan membuang sampah dan limbah sembarangan mengakibatkan penyakit dapat menyebar ke berbagai tempat. Banyak rumah masyarakat di perkampungan dibangun tanpa memiliki toilet dan mereka membuang hajat di sungai-sungai dan danau. Laporan Bank Dunia (2008) tentang kerugian yang diderita masyarakat Indonesia akibat buruknya sanitasi mencapai Rp 56 triliun.
Kerugian ekonomi ini antara lain dipicu oleh 89 juta kasus diare per tahun dan 23.000 orang mati akibat diare tersebut. Laporan sanitasi ini juga menghitung, setidaknya 120 juta kejadian penularan penyakit dan 50.000 bayi yang mati prematur setiap tahunnya. Ini akibat sanitasi dan higienitas lingkungan yang buruk. Laporan Water and Sanitation Program (WSP) tersebut menyimpulkan dampak kerugian lingkungan yang buruk mengakibatkan hilangnya material berupa biaya kesehatan Rp 29,5 triliun, biaya air Rp 13,3 triliun, lingkungan Rp 847 miliar, pariwisata Rp 1,4 triliun dan kesejahteraan lain Rp 10,7 triliun.
Krisis air dipicu juga oleh perencanaan ruang dan pembangunan perumahan yang tidak tertata disertai penggalian air tanah yang berlebihan. Keperluan air yang sangat vital memerlukan upaya terintegrasi tata ruang antarwilayah agar dapat berbagi keuntungan dalam pengelolaan ekosistem melalui skema pembayaran perawatan ekosistem (payment of ecosystem services). Pencemaran air dapat berdampak pada meningkatkan beban biaya pengadaan air bersih untuk rumah tangga, di samping itu akan mengurangi produksi ikan di sungai dan danau.
Merujuk kepada Laporan Pencapaian Milenium Development Goals (Target Pembangunan Milenium) Indonesia Tahun 2007 bahwa akses masyarakat terhadap pelayanan air minum perpipaan, air dengan kualitas yang dapat diandalkan (reliable) dan lebih sehat dibandingkan dengan sumber air lainnya di daerah perkotaan dan pedesaan pada tahun 2006 masing-masing sebesar 30,8 % dan 9,0 %. Angka ini menunjukkan penurunan bagi daerah perkotaan dibandingkan dengan tahun 2000 yang mencapai 36,2 %. Sementara itu, bagi pedesaan, akses masyarakat pada tahun 2006 meningkat dibandingkan tahun 2000 yang hanya sebesar 6,9 %. Di sini terlihat bahwa desa masih tertinggal.
Sementara itu, jika akses pelayanan air bersih tersebut dilihat berdasarkan definisi air bersih sebagai air minum non-perpipaan terlindungi - yaitu air dengan kualitas sumber air yang mempertimbangkan konstruksi bangunan sumber airnya serta jarak dari tempat pembuangan tinja terdekat dan arak yang layak antara sumber air dan tempat pembuangan tinja terdekat adalah lebih dari 10 meter maka akan terlihat pula ketertinggalan masyarakat desa. Jika pada tahun 2006 sebesar 87,6% masyarakat kota menikmati hal ini, maka tidak demikian halnya untuk masyarakat desa. Hanya sebesar 52,1% masyarakat desa yang menikmatinya. Jumlah ini jika dibandingkan sama dengan tingkat akses masyarakat kota pada tahun 1994 (Laporan Pencapaian MDG's Indonesia 2007,). Jadi, dapat dikatakan bahwa kondisi fasilitas air bersih di desa jauh tertinggal sejauh 12 tahun dibandingkan kota. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1 berikut.
Setali tiga uang seperti halnya akses air bersih, akses masyarakat desa terhadap fasilitas sanitasi yang layak juga masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan kota. Hanya sebesar 60 % masyarakat desa yang menikmati fasilitas sanitasi yang layak. Angka ini berbeda 9,3 % dibawah rata-rata nasional. Sementara jika dibandingkan dengan kondisi kota, jurang perbedaan tersebut cukup lebar yaitu sebesar 21,8 %. Angka pencapaian akses masyarakat desa terhadap fasilitas sanitasi tahun 2006 yaitu sebesar 60 % tersebut tidak jauh berbeda, bahkan relatif sama, dengan tingkat akses masyarakat kota pada tahun 1992 yaitu sebesar 57,5 %. Hanya berbeda sebesar 2,5 %. Tingkat akses masyarakat desa jauh tertinggal 14 tahun dibandingkan kota.
Kesehatan : Kondisi yang memungkinkan optimalisasi fungsi fisik, psikis dan sosial dari seseorang sehingga dapat lebih produktif. Salah satu yang menjadi permasalahn kesehatan di Indonesia saat ini adalah masih tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi yaitu sebesar 461/100.000, AKB : 42/1000, U-5MR : 55/1000, sementara umur harapan hidup masih dalam kisaran 65,5 tahun disisi lain dihadapkan pada masalah Beban Ganda Kesehatan, tingginya Prevalensi Infeksi Tinggi : Malaria, DHF, ISPA, Diare, TB, HIV/AIDS, Prevalensi Degeneratif juga tinggi : Kardiovaskuar Syndrome, DM, Neoplasma.
Menurut Direktorat Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan seperti yang dikutip Kantor Berita Antara menyebutkan, di Indonesia terdapat empat dampak besar kesehatan yang disebabkan pengelolaan air, sampah dan sanitasi lingkungan yang buruk yakni, diare, tipus, polio dan cacingan.( Depkes RI, 2008 ). Masalah penyediaan sarana air bersih dan pengawasan pembuangan sampah serta pengelolaan air limbah di daerah pantai masih perlu ditangani secara serius. Hal ini disebabkan karena belum teraturnya pemukiman dan pembangunan sarana sanitasi wilayah pantai, sehingga sering menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat
Hasil penelitian Meinar (2009) tentang faktor risiko kejadian penyakit diare di desa lalohao kecamatan wonggeduku kabupaten konawe tahun 2007 menyatakan bahwa Sarana air bersih berhubungan dan merupakan faktor risiko kejadian diare di Desa Lalohao Kecamatan Wongeduku Kabupaten Konawe, Dengan risiko 9 kali lebih besar terjadinya penyakit diare pada sampel sarana sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan, Pengetahuan berhubungan dan merupakan faktor risiko kejadian diare di Desa Lalohao Kecamatan Wongeduku Kabupaten Konawe, dengan risiko 4,964 kali lebih besar terjadinya penyakit diare pada responden yang berpengetahuan kurang, Jamban Keluarga berhubungan dan merupakan faktor risiko kejadian diare di Desa Lalohao Kecamatan Wongeduku Kabupaten Konawe, dengan risiko 2,934 kali lebih besar terjadinya penyakit diare pada sample kondisi jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat kesehatan, Kebiasaan mencuci tangan berhubungan dan merupakan faktor risiko kejadian diare di Desa Lalohao Kecamatan Wongeduku Kabupaten Konawe, dengan risiko 32,308 kali lebih besar terjadinya penyakit diare pada responden yang tidak kebiasaan mencuci tangan.
Kemampuan manusia untuk mengubah atau memoditifikasi kualitas lingkungannya tergantung sekali pada taraf sosial budayanya. Masyarakat yang masih primitif hanya mampu membuka hutan secukupnya untuk memberi perlindungan pada masyarakat. Sebaliknya, masyarakat yang sudah maju sosial budayanya dapat mengubah lingkungan hidup sampai taraf yang irreversible. Prilaku masyarakat ini menentukan gayahidup tersendiri yang akan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan yang diinginkannya mengakibatkan timbulnya penyakit juga sesuai dengan prilakunya tadi.
Menurut paragdima Blum tentang kesehatan dari lima faktor itu lingkungan mempunyai pengaruh dominan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi status kesehatan seseorang itu dapat berasal dari lingkungan pemukiman, lingkungan sosial, linkungan rekreasi, lingkungan kerja. Keadaan kesehatan lingkungan di Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapaat perhatian, karena menyebabkan status kesehatan masyarakat berubah seperti: Peledakan penduduk, penyediaan air bersih, pengolalaan sampah, pembuangan air limbah penggunaan pestisida, masalah gizi, masalah pemukiman, pelayanan kesehatan, ketersediaan obat, populasi udara, abrasi pantai, penggundulan hutan dan banyak lagi permasalahan yang dapat menimbulkan satu model penyakit. Jumlah penduduk yang sangat besar 19.000 juta harus benar-benar ditangani. Masalah pemukiman sangat penting diperhatikan.
Pada saat ini pembangunan di sektor perumahan sangat berkembang, karena kebutuhan yang utama bagi masyarakat. Perumahan juga harus memenuhi syarat bagi kesehatan baik ditinjau dari segi bangungan, drainase, pengadaan air bersih, pengolalaan sampah domestik uang dapat menimbulkan penyakit infeksi dan ventilasi untuk pembangunan asap dapur. Perilaku pola makanan juga mengubah pola penyakit yang timbul dimasyarakat. Gizi masyarakat yang sering menjadi topik pembicaraan kita kekurangan karbohidrat, kekurangan protein, kekurangan vitamin A dan kekurangan Iodium. Di Indonesia sebagian besar penyakit yang didapat berhubungan dengan kekurangan gizi. Ada yang kekurangan kuantitas makanan saja (Maramus), tapi seringkali juga kualitas kurang (Kwashiorkor). Sebagian besar penyakit yang didapat berhubungan dengan kekurangan gizi terutama terdapat pada anak-anak. Industrialisasi pada saat ini akan menimbulkan masalah yang baru, kalau tidak dengan segera ditanggulangi saat ini dengan cepat. Lingkungan industri merupakan salah satu contoh lingkungan kerja.
Pengaruh air terhadap kesehatan dapat menyebabkan penyakit menular dan tidak menular. Perkembangan epidemiologi menggambarkan secara spesifik peran lingkungan dalam terjadinya penyakit dan wabah. Lingkungan berpengaruh pada terjadinya penyakit penyakit umpama penyakit malaria karena udara jelek dan tinggal disekitar rawa-rawa. Orang beranggapan bahwa penyakit malaria terjadi karena tinggal pada rawa-rawa padahal nyamuk yang bersarang di rawa menyebabkan penyakit malaria. Dipandang dari segi lingkungan kesehatan, penyakit terjadi karena interaksi antara manusia dan lingkungan.
Manusia memerlukan daya dukung unsur-unsur lingkungan untuk kelangsungan hidupnya. Udara, air, makanan, sandang, papan dan seluruh kebutuhan manusia harus diambil dari lingkungannya. Akan tetapi proses interaksi manusia dan lingkungannya ini tidak selalu mendapat untuk, kadang-kadang merugikan. Begitu juga apabila makanan atau minuman mengandung zat-zat berbahaya bagi kesehatan. Zat tersebut dapat berupa racun asli ataupun kontamunasi dengan mikroba patogen atau atau bahan kimia sehingga terjadinya penyakit atau keracunan. Hal ini merupakan hubungan timbal balik antara aktivitas manusia dengan lingkungannya. Jadi dialam ini terdapat faktor yang menguntungkan manusia (eugenik) dan yang merugikan (disgenik). Usaha-usaha dibidang kesehatan lingkungan ditujukan untuk meningkatkan daya guna faktor eugenik dan mengurangi peran atau mengendalikan faktor disgenik. Secara naluriah manusia memang tidak dapat menerima kehadiran faktor disgenik didalam lingkungan hidupnya, oleh karena itu kita selalu berusaha memperbaiki keadaan sekitarnya sesuai dengan kemampuannya.
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan tehnologi, lingkungan hidup akan berubah pula kualitasnya. Perubahan kualitas lingkungan akan selalu terjadi sehingga lingkungan selalu berada dalam keadaan dinamis. Hal ini disertai dengan meningkatnya pertumbuhan industri disegala bidang. Perubahan kualitas lingkungan yang cepat ini merupakan tantangan bagi manusia untuk menjaga fungsi lingkungan hidup agar tetap normal sehingga daya dukung kelangsungan hidup di bumi ini tetap lestari dan kesehatan masyarakat tetap terjamin. Oleh karenanya perlu ditumbuhkan strategi baru untuk dapat meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat yakni setiap aktivitas harus : (1). Didasarkan atas kebutuhan manusia. (2). Ditujukan pada kehendak masyarakat. (3). Direncanakan oleh semua pihak yang berkepentingan. (4). Didasarkan atas prinsip-prinsip ilmiah. (5). Dilaksanakan secara manusiawi.
Pengaruh lingkungan terhadap kesehatan ada dua cara positif dan negatif . Pengaruh positif, karena didapat elemen yang menguntungkan hidup manusia seperti bahan makanan, sumber daya hayati yang diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraannya seperti bahan baku untuk papan, pangan, sandang, industi, mikroba dan serangga yang berguna dan lain-lainnya.
Adapula elemen yang merugikan seperti mikroba patogen, hewan dan tanaman beracun, hewan berbahaya secara fisik, vektor penyakit dan reservoir penyebab dan penyebar penyakit. Secara tidak langsung pengaruhnya disebabkan elemen-elemen didalam biosfir banyak dimanfaatkan manusia untuk meningkatkan kesejahteraanya. Semakin sejahtera manusia, diharapkan semakin naik pula derajat kesehatannya. Dalam hal ini, lingkungan digunakan sebagai sumber bahan mentah untuk berbagai kegiatan industri kayu, industri meubel, rotan, obat-obatan, papan, pangan, fermentasi dan lain-lainnya.
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Sanitasi Lingkungan
Menurut Slamet ( 1994 ) sanitasi lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitarnya, baik berupa benda hidup, benda mati, benda nyata ataupun abstrak termasuk manusia lainnya, serta suasana yang terbentuk karena terjadinya interaksi diantara elemen – elemen di alam tersebut.
Pengaruh lingkungan terhadap kesehatan ada dua cara positif dan negatif. Pengaruh positif, karena didapat elemen yang menguntungkan hidup manusia seperti bahan makanan, sumber daya hayati yang diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraannya seperti bahan baku untuk papan, pangan, sandang, industi, mikroba dan serangga yang berguna dan lain-lainnya.
Adapula elemen yang merugikan seperti mikroba patogen, hewan dan tanaman beracun, hewan berbahaya secara fisik, vektor penyakit dan reservoir penyebab dan penyebar penyakit. Secara tidak langsung pengaruhnya disebabkan elemen-elemen didalam biosfir banyak dimanfaatkan manusia untuk meningkatkan kesejahteraanya. Semakin sejahtera manusia, diharapkan semakin naik pula derajat kesehatannya. Dalam hal ini, lingkungan digunakan sebagai sumber bahan mentah untuk berbagai kegiatan industri kayu, industri
meubel, rotan, obat-obatan, papan, pangan, fermentasi dan lain-lainnya.
B. Tinjauan Umum tentang Penyediaan Air Bersih
Air adalah unsur penting yang sangat berperan dalam kehidupan manusia. Tidak hanya karena sekitar 80 % tubuh manusia terdiri dari cairan, akan tetapi juga karena di dalam air terdapat unsur mineral yang diperlukan untuk perkembangan dan pertumbuhan fisik manusia ( Hasyim, 2000 )
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI. No. 416/Menkes/Per/XI/1990 bahwa air bersih yang memenuhi syarat kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Syarat kualitas terdiri atas :
a. Syarat fisik : bersih, jernih, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna.
b. Syarat kimia : tidak mengandung zat – zat yang berbahaya bagi kesehatan seperti racun, serta tidak mengandung mineral dan zat organik yang jumlahnya tinggi dari ketentuan.
c. Syarat biologis : tidak mengandung organisme patogen.
d. Syarat radioaktif : bebas dari sinar alfa dan sinar beta.
2. Syarat kuantitas, yaitu pada daerah pedesaan untuk hidup secara sehat cukup dengan memperoleh 60 liter/hari/orang, sedangkan daerah perkotaan 100 – 150 liter/hari/orang.
Berikut penggolongan penyakit yang berhubungan dengan air menurut bentuk infeksi dan rute transmisi oleh Bradley ( Hasyim, 2000 )
1. Water Borne Disease, Jenis penyakit yang ditularkan atau disebarkan akibat kontaminasi air oleh kotoran manusia atau air seni, yang kemudian airnya dikonsumsi oleh manusia yang tidak memiliki kekebalan terhadap penyakit tersebut antara lain : cholera, thypoid, basillary dysentry, weil’s disease.
2. Water Washed Diseas, Jenis penyakit yang ditransmisikan dengan masuknya air yang tercemar kotoran ke dalam tubuh secara langsung ( fecal oral ) akibat penyedian air bersih dan untuk pencucian alat atau benda yang digunakan kurang secara kuantitas maupun kualitas. Jenis penyakit pada kelompok ini adalah : Bacterial Ulcers ( bisul ), Scabies ( kudis ), Trachoma ( terserang pada mata ).
3. Water Based Disease, Penyakit akibat organisme patogen yang sebagian siklus hidupnya dalam air atau host sementara yang hidup dalam air. Penyakit yang masuk dalam golongan ini adalah Schistosimiasis, cacing Guinea.
4. Insect Water Related, Penyakit yang disebabkan oleh insekta yang berkembangbiak atau memperoleh makanan di sekitar air sehingga insiden – insidennya dapat dihubungkan dengan dekatnya sumber air yang cocok, misalnya penyakit malaria dan oncohocersiasis ( river blindness ).
C. Tinjauan Tentang Penyediaan Jamban Keluarga
1. Pengertian Jamban
Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia yang lazim disebut kakus atau wc. Pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan menyebabkan kontaminasi pada air tanah.
Untuk mencegah atau sekurang- kurangnya mengurangi kontaminasi tinja dengan lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya harus dilakukan di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu jamban keluarga disebut sehat apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban.
b. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.
c. Tidak dapat dijangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa.
d. Tidak menimbulkan bau.
e. Mudah digunakan dan dirawat
f. Desainnya sederhana
g. Murah
h. Dapat diterima oleh pemakainnya. ( Notoatmodjo, 1997 )
2. Tinja Sebagai Sumber Penularan Penyakit.
Pembungan tinja manusia yang tidak memenuhi syarat kesehatan seringkali berhubungan dengan kurangnya penyedian air bersih dan fasilitas kesehatan lainnya. Hal yang demikian ini dapat menjadi sumber berbagai penyakit yang ditularkan oleh tinja seperti : kholera, diare, cacingan dan penyakit lainnya.
Jamban yang dapat memberi pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap status kesehatan masyarakat. Pengaruh langsung misalnya, dapat mengurangi insiden penyakit tertentu seperti kholera, hepatitis dan lain- lain, sedangkan hubungan tidak langsung berkaitan dengan komponen sanitasi lingkungan ( Koesmantoro, 1991 )
Lebih dari 50 jenis infeksi oleh virus, bakteri maupun mikroorganisme dapat ditularkan dan diderita masyarakat seperti diare, kholera, penyakit saluran pernapasan jika ekstreta/tinja dibuang tidak pada tempatnya. Oleh karena itu jamban keluarga sangat dibutuhkan untuk digunakan oleh masyarakat (Kusnoputranto, 1997)
D. Tinjauan Umum Tentang Sampah
1. Pengertian
Menurut Entjang (1997), yang dimaksud dengan sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak dipakai lagi yang berasal dari rumah-rumah ataupun sisa-sisa proses industri. Sampah adalah bahan buangan bukan cairan yang dihasilkan dari aktivitas domestik, komersial, pertanian, pelayanan umum, pembangunan, pertambangan, industri dan lain sebagaianya ataupun bahan buangan berasal dari suatu proses alamia yang mungkin terjadi (Chatib, 1995).
2. Sumber Sampah
Menurut Notoatmodjo,1997 bahwa pada umumnya klasifikasikan sumber sampah dihubungkan dengan aktivitas manusia dan pemggunaan (tata guna) lahan yaitu : (a). Sampah yang berasal dari permukiman (domestic waste), (b). Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum(c).Sampah yang berasal dari perkantoran (d). Sampah yang berasal dari jalan (e). Sampah yang berasal dari industri (industrial wastes). (e). Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan. (f). Sampah yang berasal dari pertambangan. (g). Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Sampah
Menurut Sahidi, 2003 bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah adalah :
1. Jumlah penduduk dan kepadatannya
2. Sistem pengumpulan dan pembuangan sampah.
3. Pengambilan bahan-bahan pada sampah untuk dipakai kembali
4. Geografi
5. Waktu, musim dan iklim
6. Status sosial ekonomi
7. Teknologi
4. Dasar Pengelolaan Sampah
Sampah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena timbulnya sampah seiring dengan kegiatan yang dilakukan manusia itu sendiri. Dan ternyata kehadiran sampah di sekitar kehidupan manusia mempunyai konsekuensi yang cukup besar terhadap kehidupan itu sendiri.
Pengelolaan sampah didefenisikan sebagai suatu bidang yang berhubungan dengan pengaturan terhadap penimbunan, penyimpanan sementara, pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, pemprosesan dan pembuangan sampah dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari kesehatan masyarakat, ekonomi, tehnik, perlindungan alam, keindahan dan pertimbangan-pertimbangan lingkungan lainnya dan juga mempertimbangkan sikap masyarakat. (Anonim, 2007a).
Dalam membicarakan sistem pengelolaan sampah, hal yang sangat mendasar diketahui adalah:
1. Tujuan sistem pengelolaan sampah
Suatu dari sistem pengelolaan sampah adalah optimalisasi penggunaan sistem sebagai sarana pemecahan masalah setarap dengan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh yang menggunakan sistem tersebut, maka kesemuanya itu dipengaruhi oleh pengaturan penggunaannya (Anonim, 1997).
Untuk mencapai pengelolaan sampah tersebut, bukanlah masalah yang mudah mengingat semakin kompleksnya masalah yang berkaitan dengan pengelolaan sampah tersebut, maka dari itu diperlukan cara/metode manajemen dan tehnik yang tepat dalam pengelolaannya.
a. Faktor manajemen bertujuan mencapai efesiensi dan efektifitas pengelolaan sampah. Untuk mencapai hal ini diperlukan persyaratan tehnis dari unsur-unsur pengelolaan sampah yang akan direncanakan pengeoperasiannya dengan mempertimbangkan manajemen Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengawasan (P3). Faktor manajemen merupakan dasar pertimbangan dalam pemilihan sistem yang akan diterapkan.
b. Faktor tehnik meliputi metode-metode atau cara pelaksanaan elemen-elemen pengelolaan sampah dan yang terkait di dalamnya adalah faktor tehnik sanitasinya, disamping itu keberhasilan pengelolaan sampah juga dipengaruhi oleh aspek peran serta masyarakat. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan-keterbatasan dari pengelolaan sampah sehingga meskipun kedua faktor tersebut telah diupayakan secara maksimal tidak akan banyak berarti tanpa dukungan peran serta masyarakat (Rasma, 2004).
2. Elemen-Elemen Pengelolaan Sampah
Timbulan
Text Box: TimbulanMenurut Madelan (1997), bahwa elemen-elemen pengelolaan sampah terdiri atas enam elemen yang saling terkait, yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Pewadahan
Pemindahan/Pengangkutan
Pemanfaatan Kembali
Pembuangan Akhir
Pengumpulan

5. Pengaruh Sampah Terhadap Kesehatan
Pengaruh sampah terhadap lingkungan sangat bervariasi tergantung jumlah dan karakteristik serta daya dukung lingkungannya (Madelan, 1999).
a. Sampah yang sulit/tidak dapat terurai bila dibuang pada suatu lahan akan mengganggu atau merusak struktur komposisi tanah dan fungsi tanah sebagai bidang resapan air.
b. Sampah yang terbuang di selokan/kanal dan badan air sungai akan dapat menyebabkan banjir, menghalangi penetrasi sinar matahari ke badan air, mengganggu kehidupan flora dan fauna air, bahkan sampai mengurangi kepadatan populasi atau pemunahan flora dan fauna tertentu sehingga dapat menurunkan daya dukung badan air tersebut dan tidak sesuai peruntukan semula.
c. Sampah yang mudah membusuk dan mudah terurai karena kandungan komposisi bahan organik alami yang tinggi. Jika terbuang pada suatu lahan atau badan air, akan terurai menjadi unsur-unsur hara dsan asam-asaman, alkohol dan gas.
d. Sampah beracun/berbahaya prosesnya hampir serupa di atas, terutama timbulnya kematian flora atau fauna dan kalau terus menerus terjadi akan menyebabkan kepunahan populasi.
e. Sampah yang terbakar dan dibakar bukan pada incenerator menimbulkan pencemaran udara.
f. Sampah yang tertumpuk di pinggir jalan dapat menimbulkan kemacetan lalu lintas dan bahkan mungkin terjadi kecelakaan.
E. Tinjauan Tentang Saluran Pembuangan Air Limbah
Air limbah merupakan air yang berasal dari kamar mandi, air bekas cucian pakaian, cucian peralatan dapur. Sarana pembuangan air limbah adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang air buangan dari kamar mandi, tempat cucian, dapur dan lain-lain bukan dari jamban atau peturasan. (Ditjen PPM & PLP, 1996.)
Bebebrapa istilah yang digunakan dalam pengelolaan air limbah :
  1. Kotoran rumah tangga (domestik sewage) adalah iar telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau perkamar mandi, tempat cuci piring, WC, serta tempat memasak.
  2. Air limbah (wastewater) adalah kotoran dari masyarakat dan rumah tangga dan juga yang berasal dari industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainya.
  3. Saluran air limbah adalah perlengkapan pengeloaan air limbah. Bisa meggunakan pipa ataupun selokan yang dipergunakan untuk membawa air buangan dari sumbernya sampai ketempat pengolahan atau tempat pembuangan.
  4. Saluran tercampur (combined sewer) adalah saluran air limbah yang dipergunakan untuk mengalirkan air limbah baik yang berasal dari rumah tangga maupun yang berasal dari daerah industri, air hujan dan air permukaan.
  5. Saluran terpisah (separate Sewr) adalah cara pembuangan air limbah dengan cara mengadakan pemisahan antara air limbah yang berasal dari rumah tangga atau daerah pemukiman dan air limbah yang berasal dari daerah industri dengan daerah yang berasal dari luapan air hujan atau aliran pengeringan.
  6. Pembuangan system saluran (Sewerage) adalah cara pengelolaan iar limbah termasuk didalamnya mulai dari pengumpulan, pemompoaan, proses pengaliran sampai pada proses pengolahan berikutnya bangunan pengolahan.
  7. Bangunan air limbah adlah (sewage treatment plant) adalah kelompok bangunan yang dipergunakan untuk mengolah/memproses air limbah menjadi bahan –bahan yang berguna lainya serta tidak berbahaya bagi skelilingnya. Bangunan ini dinuat untuk wilayah tertentu sesuai dengan kapasitas bangunan tersebut. (Sugiharto, 2005).
Persyaratan saran pembuangan air limbah :
Sarana pembuangan air limbah yang sehat harus memenuhi persyaratan sebagau berikut :
  1. Tidak mencemari sumber air
  2. Tidak menimbulkan genangan air yang dapat dipergunakan untuk sarang nyamuk
  3. Tidak menimbulkan bau.
  4. Tidak menimbulkan becek-becek atau pandangan yang tidak menyenangkan.
Macam-macam Konstruksi saran pembuangan air Limbah
Ada berbagai sistem sarana pembuangan air limbah didaerah pedesan seperti kolam oksidasi, baik pemeliharaan ikan lele yang langsung dibuang/disalurkan ke sungai. Berbagai macam sarana pembuangan air limbah berdasarkan jenis materialnya :
  1. Sarana pembuangan air limbah dari bambu
  2. Sarana pembuangan air limbah dari kayu
  3. Sarana pembuangan air limbah dari drum
  4. Sarana pembuangan air limbah dari pasangan bata beton
  5. Sarana pembuangan air limbah dari Koral
Sarana pembuangan air limbah sederhana dengan memakai drum yaitu :
  1. Drum dengan tinggi 110 CM dilubang dengan jaraj 10 CM diseluruh bagian dinding drum
  2. Digalikan lubang luar dapur untuk menampung air limbah dengan ukuran panjang, lebar dan dalam masing-masing 110 Cm
  3. Dasar lubang diisi koral merata selebar 20 Cm lalu drum dimasukan kedalam lubang tersebut, dimana selah-selah drum ditimbun koral setinggi 110 Cm, serta letak drum dalam lubang dapat dilihat dari atas.
  4. Saluran air limbah dipasang antara cuci piring/pakaian dengan drum penampungan air limbah serta dibuatkan penutup dari kayu atau bambu.
  5. Setiap rumah harus memiliki saluran pembuangan air limbah dengan sarana air limbah seyogianya 100% di perkotaan dan 60 % dipedesaan.
F. KERANGKA KONSEP
Secara sistematis uraian variabel berdasarkan tujuan penelitian dapat digambarkan model kerangka konsep sebagai berikut :
Jamban Keluarga
Sumber
Air Bersih

Sanitasi Lingkungan
Oval: Sanitasi Lingkungan
Saluran Pembuangan Air Limbah
Pengelolaan Sampah

Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
BAB IV TUJUAN
Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran Sanitasi Kesehatan Lingkungan Masyarakat Di Kecamatan Bondoala Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009 ditinjau dari sumber air bersih, jamban keluarga, pengelolaan sampah, dan Saluran Pembuangan Air Limbah.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memperoleh gambaran Sanitasi Kesehatan Lingkungan Masyarakat Di Kecamatan Bondoala Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009 ditinjau dari sumber air bersih
b. Sanitasi Kesehatan Lingkungan Masyarakat Di Kecamatan Bondoala Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009 ditinjau dari jamban keluarga.
c. Sanitasi Kesehatan Lingkungan Masyarakat Di Kecamatan Bondoala Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009 ditinjau dari pengelolaan sampah.
d. Sanitasi Kesehatan Lingkungan Masyarakat Di Kecamatan Bondoala Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009 ditinjau dari Saluran Pembuangan Air Limbah.
BAB. V METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif yaitu penelitian yang diarahkan untuk mendeskripsikan atau menguraikan suatu keadaan di dalam komunitas atau masyarakat. Pada penelitian ini akan dilihat gambaran Sanitasi Kesehatan Lingkungan Masyarakat Di Kecamatan Bondoala Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009 ditinjau dari sumber air bersih, jamban keluarga, pengelolaan sampah, dan Saluran Pembuangan Air Limbah.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 bertempat di Kecamatan Bondoala Kab. Konawe Tahun 2009.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua Kepala Keluarga di Kecamatan Bondoala
Kabupaten Konawe Tahun 2009 yang berjumlah 2294 KK.
2. Sampel
Sampel adalah populasi yang terpilih sebagai sampel .
(1) Metode sampling yang di gunakan adalah Simple Random Sampling.
(2) Besar sampel di tentukan dengan menggunakan rumus :
NZ2PQ
n =
d2 ( N – 1 ) + Z2PQ
Ket : n = Besar sample
N = Jumlah populasi
d = Tingkat kemaknaan, digunakan 0,1
Z = SD normal 1,96
P = Dugaan proporsi ( 50 % )
Q = 1 - P
(2294) (1,96)2 (0,5) (0,5)
n =
(0,1)2(2294– 1) + (1,96)2 (0,5) (0,5)
2203.1576
n =
22.93
n = 96, 08
n = 97 orang
D. Pengumpulan Data
1. Data primer
Diperoleh dengan wawancara langsung terhadap responden dengan menggunakan kuesioner
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait dengan penelitian ini. Seperti kantor Desa, BPS dan lain – lain
E. Pengolahan dan Penyajian Data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer program SPSS Versi 11,5
2. Penyajian Data
Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan diinterpretasikan dalam bentuk narasi.
BAB VI JADWAL PELAKSANAAN
No
Kegiatan
Pelaksanaan
Ket
Juni
Juli
Agustus
Minggu I
Minggu II
Minggu III
Minggu VI
Minggu I
Minggu II
Minggu III
Minggu IV
Minggu I
Minggu II
Minggu III
Minggu VI
1.
Pemilihan
Judul
Proposal
2.
Pengumpulan
Literatur
3.
Penyusunan
Proposal
4.
Pelaksanaan Penelitian. (pengumpulan Data dilapangan)
5.
Pengolahan Data.
6.
Penyusunan Hasil Peneltian
7.
Pembuatan Laporan Hasil Penelitian
8.
Penyerahan Hasil Penelitian
BAB VII RENCANA ANGGARAN
Rincian Anggaran Penelitian Studi Sanitasi Kesehatan Lingkungan Masyarakat Di Kecamatan Bondoala Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009.
No
Komponen Biaya
Satuan
Jumlah
Biaya Satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
A.
Pra Penelitian
1. Pengumpulan
Literatur
-
-
-
300. 000
2. Pembuatan
Proposal
-
-
-
250. 000
3. Perbanyak
Kuisioner
Eksampelar
100
150
400. 000
Sub total A
950. 000
b.
Pelaksanaan
1. Transport
Orang
2
150. 000
300. 000
4. Dokumentasi
Unit
1
-
200. 000
Sub total B
500. 000
c.
Pasca Penelitian
1. Pengumpulan
Literatur
Tambahan
-
-
-
250. 000
2. Penyusunan dan
Perbanyak Laporan
Penelitian
-
-
-
300. 000
Sub total C
550. 000
Total Biaya (A+B+C)
2. 000. 000
BAB VIII PERSONALIA PENELITIAN
No
Identitas Peneliti
Jabatan
Keterangan
1.
Nama : Suhadi, S.K.M., M.Kes
J. Kelamin : Laki-Laki
Gol/Pangk.Nip : III B/Penata Muda/ 132 325 997
Alamat : BTN Azatata Blok H no 1.
Umur ; 32 Tahun
Ketua Peneliti
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, 2001, Penyelenggaraan Puskesmas di Era Desentralisasi. Depkes. Jakarta
, 1999, Indonesia Sehat 2010-Visi Baru, Misi, Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kesehatan, Jakarta.
, 2000, Profil Kesehatan Indonesia, Jakarta
, 2000, Paradigma Baru Puskesmas Di Era Desentralisasi, Yogyakarta
, Profil Kesehatan Kota Kendari. 2005, Sultra
Azwar Azrul, 1999, Pengantar Administrasi Kesehatan, Binarupa Aksara, Jakarta
BPS, 2008, Statistik Kesejahteraan Rakyat, Kota Kendari Sulawesi Tenggara
Depkes, 2003. Manajemen Puskesmas Pendekatan ARRIME. Jakarta.
, 1996 Puskesmas dan Kegiatan Pokonya. Jakarta,.
Gani, Ascobat, 2005, Kesehatan Masyarakat “ Petakan Kondisi Puskesmas “.
Ngatimin, M.Rusli, 1987, Upaya meningkatkan kesehatan Masyarakat di Pedesaan, Ujung Pandang
Notoatmodjo, 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT. Rineka Cipta, Jakarta.
. 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta Jakarta
, 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Rineka Cipta Jakarta
Muninjaya,.A, 1999, Manajemen Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta
Musafin, La Ode, 2005, Analisis Preferensi masyarakat terhadap pelayanan pengobatan di Puskesmas Kota Bau – Bau, Program Pasca Sarjana Unhas.
Pedoman Manajemen Puskesmas, 2002 Proyek Kesehatan Keluarga Dan Gizi. Departemen Kesehatan Jakarta
Razak, Amran, Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Pesisir, Kalammedia Pustaka, Makassar, 2000.
Saifuddin F.D., 1995, Pendekatan Sistim Dalam pengorganisasian Pelayanan Kesehatan, Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia tahun XV, Nomor 9
Sugiyono. 1993. Metode Penelitian Administratif. Alfabeta, Bandung.
Sugiono, 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Alfabeta, Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar